KESEHATAN | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 02 Desember 2012

CEGAH STROKE, PEMBEDAHAN 30 MENIT TANPA SAYATAN

Stroke adalah penyebab utama kematian dan kontributor utama untuk kecacatan jangka panjang. Karena itu berbagai upaya dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit mematikan tersebut.

Serangan otak dapat terjadi ketika salah satu pembuluh darah utama di leher (arteri karotid) dipersempit dengan kumpulan lemak (plak). Seperti "pengerasan" arteri karotid dapat menyebabkan kerusakan pada bagian otak, baik sebagai konsekuensi berkurangnya aliran darah atau karena potongan kecil dari "emboli" putus dari plak.

Biasanya, penanganan pasien yang terkena sumbatan pada pembuluh darah leher (karotid) dilakukan melalui pembedahan. Namun, berangsurnya waktu, dan untuk pertama kalinya, Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Karawaci, Tangerang melakukan pembedahan tanpa sayatan dengan sistem katerisasi.

"Metode ini diawali dengan memasukkan selang pada pangkal paha pasien (kateterisasi) untuk mengetahui lokasi dan kondisi penyumbatan. Setelah itu baru diakukan tindakannya," kata Dokter Spesialis Penyakit Jantung dan Pembulih Darah, RS Siloam Lippo Village, dr Sunanto, SpJp FIHA, kepada Media dalam acara Seminar Updates on Carotid & Supra-aortic Disease management and live demo, di RS Siloam Lippo Village, Karawaci, Sabtu (1/12).

Menurut dr Sunanto, pembedahan tanpa sayatan untuk mencegah terjadinya stroke dan stroke berulang ini hanya membutuhkan waktu setengah jam. Setelah itu, jika dirasa kondisi pasien telah pulih, diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit.

"Ini baru pertama dilakukan di Indonesia. Kalau penyumbatannya lebih dari 50 persen dianjurkan dengan cara ini, mencegah pasien kembali mengalami stroke," ungkap dr. Sunanto. Proses intervensi lebih lama karena terdapat sumbatan total, tergantung ketebalan sumbatannya dan harus dicari celah untuk menembusnya.

"Keberhasilan katerisasi ini tergantung keahlian operator (dokter). Dicek lebih dulu kondisi pembuluh darahnya seperti apa. Kalau kita yakin bisa, bisa sampai 90 persen berhasil," katanya.

Penyumbatan pembuluh darah terjadi, sambung Sunanto, karena keadaan lembab di dalam tubuh dan karena itulah dilakukan pembedahan dengan teknologi ini. Penyumbatan tersebut bisa terjadi kembali jika kolesterol tinggi.

* Intervensi koroner dengan stent

Sama seperti penyempitan di bagian leher (karotid), sumbatan pada pembuluh darah bisa menyebabkan kurangnya aliran darah ke otot jantung yang akan memicu serangan jantung dengan gejala utama nyeri dada.

Untuk membuka penyempitan tersebut dokter sudah bisa melakukannya tanpa operasi melalui tindakan intervensi koroner. Namun pada pasien yang mengalami sumbatan total kronis, tindakan ini lebih sulit dan belum umum dilakukan.

"Sebelum ada teknik baru, sumbatan total kronis harus dibuka dengan operasi bypass. Hanya sedikit dokter yang mampu melakukan intervensi koroner pada kondisi sumbatan total kronisn," urai dr Sunanto.

Menurut, dr Sunanto, dokter sudah angkat tangan kalau ada pasien yang mengalami sumbatan total. Namun dengan berkembangnya teknik pencitraan dan juga dikembangkannya kawat yang bisa masuk ke pembuluh darah, kini kondisi itu bisa diatasi tanpa operasi melalui sistem katerisasi.

Dengan tindakan intervensi koroner, sambung dr Sunanto, sumbatan total yang berhasil ditembus itu dibuka menggunakan balon lalu disanggah dengan stent (selongsong metal) sehingga aliran darah kembali lancar.

"Pada dasarnya sudah cukup banyak dokter di Indonesia yang mampu melakukannya, namun tingkat keberhasilannya berbeda-beda. Jika dokternya cukup ahli angka keberhasilannya mencapai 80 persen, bahkan dengan perkembangan teknologi bisa mencapai 90 persen," katanya.

Selain lebih aman, karena tidak perlu operasi besar, dengan teknik ini masa pemulihan pasien juga lebih cepat. Hanya saja kendala utamanya adalah biaya yang masih mahal.

"Biaya sebenarnya tergantung pada banyak sedikitnya sumbatan. Makin banyak sumbatan, makin banyak stent yang dipakai. Jika harus memasang tiga stent, biayanya setara dengan operasi bypass, kurang lebih Rp. 70 juta belum termasuk biaya kamar dan perawatan. Itu hanya stentnya saja," terang dr Sunanto.

Untuk diketahui, pertama kalinya, Sabtu (1/12) telah dilakukan Carotid Intervention untuk kasus penyumbatan pembuluh darah di leher dilakukan oleh dr. Paul Hsien - Li Kao dari Taiwan dan dr. Antonia AL, SpJP dari Siloam Hospital.

Sedangkan pada kasus kedua dilakukan intervensi pembedahan tanpa alat operasi untuk penyakit jantung koroner oleh Dr. Paul dan Dr. Doni Firman SpJP dari RS Jantung Harapan Kita. Tindakan operasi ini beriringan dengan acara seminar dan pelaksanaan langsung katerisasi pembedahan intervensi bertemakan 'Updates on Carotid & Supra-aortic Disease'. [Renata Koh / Jakarta]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA