Saya belum membaca kebijakan yang disinggung dalam artikel tersebut, hanya dari laporannya saja, namun tampaknya merupakan keputusan yang diambil dengan waktu dan sumber daya yang cukup dan lebih bermotivasi politik.
Sejujurnya saya percaya menjaga tubuh tetap terhidrasi (cukup air) adalah salah satu hal yang paling sederhana, paling mudah, dan paling murah yang dapat dilakukan seseorang untuk mempertahankan energi dan vitalitasnya. Saya telah melihat banyak orang dengan asupan cairan rendah dapat meningkatkan kesehatannya secara global hanya dengan menambah konsumsi air putih dan minuman lainnya.
Kebijakan Uni Eropa tersebut dikenal sebagai pengobatan berbasis bukti atau evidence-based medicine (EBM). Ini istilah untuk pengobatan yang didukung oleh penelitian kuat. Namun, akankah kita membuang hal-hal yang tidak memiliki bukti pendukung meskipun secara logika merupakan hal yang tepat dilakukan dan pengalaman juga menunjukkan jika hal tersebut menguntungkan?
Jika kita membuang hal-hal seperti itu, maka kami para dokter lebih baik berhenti praktek karena sebagian besar praktek medis tidak didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Pembedahan, misalnya. Ketika seorang pasien datang dengan tanda dan gejala infeksi usus buntu, dokter bedah tidak akan menunggu uji coba selesai dilakukan sebelum mereka membedah.
Begitu juga mereka tidak akan menunggu bukti pendukung yang cukup sebelum mereka mengambil langkah-langkah untuk menghentikan perdarahan panjang selama cedera. Mereka hanya berusaha menyelamatkan hidup seseorang meski tanpa adanya bukti.
Beberapa tahun yang lalu, saya membaca sebuah surat di British Medical Journal yang ditulis oleh James Michelson, profesor bedah ortopedi dari Universitas George Washington di Washington, DC. Apa yang ia tulis mengingatkan kita, mengapa EBM jangan dijadikan satu-satunya bukti. Dia menyoroti mengapa akal sehat juga memiliki peran dalam pengobatan. Berikut ini adalah kutipan dari surat itu.
"Selama berpraktek bedah ortopedi (meskipun tidak didokumentasikan dalam literatur), saya telah merasakan (Anda yang mematuhi doktrin EBM harap memaafkan pemikiran dalam tulisan ini), ketika saya memukul jari saya dengan palu (atau martil), jari saya akan terasa sakit. Bahkan akan terasa lebih sakit jika saya menggunakan alat yang lebih kuat (misalnya, mengebor jari).
"Pertanyaan saya: Berapa kali saya harus melakukan tindakan ini sebelum saya memiliki bukti yang cukup untuk menghubungkan pukulan palu akan membuat jari saya sakit? Dan apa yang dapat saya gunakan sebagai uji pengontrol?"
Salah satu dosen saya di fakultas kedokteran pernah mencatat bahwa bidang seperti bedah ortopedi sangat sulit dikuasi oleh para dokter karena bidang-bidang tersebut memerlukan pengalaman berdasarkan akal sehat.
Profesor Michelson ada benarnya. Dan mereka yang percaya tindakan Uni Eropa -melarang pernyataan air putih dapat memerangi dehidrasi- adalah omong kosong, juga ada benarnya. [Liana Yang / Surabaya]